“Aku capek.” keluhku pada Shabrina WS. Mood menulis menukik tajam, tak ada tulisan lahir 3 bulan belakangan. Dan aku merasa lelah menjadi penulis.
“Lho, kan dirimu lagi panen, Uni.” balasnya.
Memang, beberapa karya berderet muncul di Bobo saat aku sedang tidak aktif menulis. Jadi aku dianggap seorang penulis yang rajin, yang produktif dan tak pernah bosan menulis. Padahal saat itulah semangatku di titik nol, bahkan minus.
Setelah ditelusuri, aku capek karena niat menulisku sudah mulai berbelok arah.
“Jangan terlalu keras sama diri sendiri, uni.” nasehat manisnya akan selalu kuingat.
Iya, aku dan teman-teman merah jambu balapan karya selama tahun 2016 ini. Kami menulis karena target, siapa yang terbanyak, itulah pemenang. Dan ternyata, kompetisi seperti itu tak cocok dilakukan oleh emak-emak yang banyak maunya seperti aku. Melihat karya teman bermunculan di kanan kiri membuat aku memandang remeh diri sendiri. Aku juga ingin, tapi tak sanggup. tak punya waktu untuk menulis
“Ada masa untuk segala.” ini pasti peringatan karena masa panen hampir berakhir :p
Aku merasa bersalah karena suka nonton daripada nulis atau baca. “Aku malah sekarang suka download lagu.” akunya.
“Nikmati semua. Menulis itu untuk bersenang-senang, bukan malah bikin stres.” lanjutnya lagi.
Ini yang aku lupa. Dulu aku menulis karena aku ingin menulis. Sekarang aku menulis karena target, berasa mesin dan tulisanku hambar. Lalu aku menyalahkan keadaan, anak yang tak mau diam, waktu tersita untuk mengajar, mood tak kunjung muncul. Hiks.
Aku juga sedikit tertekan dengan genre tulisan yang berbeda-beda. Aku enjoy menulis cernak, dan mendadak kaku menulis cerdew atau artikel. Tapi di beberapa kelas, menuntut aku harus bisa semuanya. Dan karena mentalku setipis kulit ari, aku duluan takut dan tulisanku tak jadi-jadi. 😦
“Jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain, Uni.” nasehat Shabrina lagi.
“Kita emak-emak, waktu sudah habis tersita untuk keluarga. Rugi kalau galau.” sambungnya.
Hiks… Kalau saja Shabrina ada di depanku, mungkin sudah kupeluk erat karena dia sudah menunjukkan sesuatu yang tak terlihat di mataku. Iya, aku harus menulis karena hati. Target akan selalu ada. Kita harus bergerak mengikuti arus, tapi aku tak boleh lagi merasa tertekan, karena aku menyukai menulis.
Shabrina, aku akan selalu ingat, menulis itu untuk bersenang-senang. Terima kasih banyak. 🙂
Bersenang-senanglah dalam menulis dan bersenang-senanglah dalam menerima honor tulisanmu
Haha senang menerima honor itu pasti mbak.