Dimuat

SARIAWAN AIRA

Dimuat di Majalah Bobo No 7, terbit 21 Mei 2015

IMG_20150612_105632

Cairan merah dalam gelas itu membuatku merinding. Hiy.. Seraaam. Asam kecut walau dan berwarna merah. Ibu mengambil sendok, melarutkan madu dan menyodorkan gelas itu padaku. Aku menutup mulut sambil menggelengkan kepala.

“Coba dulu,” kata ibu

Aku menggeleng kuat-kuat. Tidak suka. Ibu tak memaksa, meletakkan gelas itu di meja.

“Ibu senang kalau Aira bisa habiskan ini.” Kata ibu sambil tersenyum. Lalu ibu kembali ke dapur.

Aku mengambil sendok dan meneteskan jus tomat itu ke gelas. Kental sekali, semakin mebuatku bergidik ngeri. Mungkin ibu memblender 2 buah tomat dengan air yang sangat sedikit.

Kuraba pipiku yang bengkak, ada beberapa sariawan di situ. Kata ibu aku kurang vitamin C, jadi gampang sariawan. Tomat tinggi vitamin C. Obat alami untuk sariawan. Tapi rasanya… Aduh. Aku tak suka. Tomat di nasi goreng langsung kusingkirkan. Tumis sayuran pakai tomat juga tak kusentuh. Aku benci tomat. Bentuknya mengerikan, dan rasanya asam.

Kubiarkan jus tomat itu di mejaku. Lalu aku mengambil handuk dan mandi.

***

Kali ini ibu lebih bersahabat. Cairan dalam gelas itu berwarna kuning. Aku suka jus jeruk, terlebih dicampur madu. Tanpa disuruh, kuminum jus itu sampai tandas.

“Terima kasih, bu. Kalau ini aku suka.” Kataku sambil mengedipkan mata.

Ibu tersenyum dan mengacak-acak rambutku. “Sayang jus tomat kemaren sudah basi. Aira jangan memusuhi tomat ya. Semua tumbuhan yang diciptakan Tuhan ada manfaatnya.”

“Aira ingin sariawan ini sembuh, tapi obatnya harus enak.” Jawabku.

“Makanya sayuran yang sudah ibu buat harus dimakan, jadi tubuhmu tidak panas. Tidak gampang sariawan.”

“Sayuran tidak enak, bu.”

“Sariawan juga tidak enak kan?”

Aku tersenyum kecut.

***

Rian datang. Sepupuku yang berusia 2 tahun itu sangat menggemaskan. Pipinya tembem, bergoyang-goyang kalau berjalan. Badannya gendut, dan dia sangat lincah. Suka memanjat sofa dan menari-nari di atas meja. Aku senang kalau Rian datang.

“Rian, main bola yuk,”

“Gendooong…” jawab Rian manja.

Aku mencoba menggendong Rian. Uuh.. Berat sekali. Rian girang bukan main. Tangannya melambai-lambai dan plak….! Tepat mengenai pipiku. Aku langsung meletakkan Rian. Airmataku bercucuran. Aku berlari ke kamar mandi.

Ibu menyusul ke kamar mandi. Aku meludah-ludah. Sariawanku berdarah. Kena sentuhan sedikit saja rasanya sangat nyeri, apalagi ditepuk Rian. Huhu.. Sakiiit….

Ibu menyuruhku berkumur dengan obat kumur. Rasanya mulutku tebal. Rasa sakit itu sedikit berkurang.

Rian kebingungan melihatku meringis. Dia menunjukkan wajah lucu. Aku tak tega memarahinya. Lalu kami kembali bermain.

Saat makan siang. Rian makan dengan lahap. Aku makan sambil meringis. Menjaga agar makanan tak menyentuh sariawanku. Tiba-tiba Rian menyuapkan sepotong tomat padaku. Aku terbelalak.

“Mamam, kak.” Katanya.

Aku menggeleng. “Kakak tak suka.”

Rian menangis, dia memaksaku memakan tomat. Aku masih menggeleng. Tangis Rian makin menjadi. Akhirnya aku mengalah, aku menggigit sedikit tomat sambil memejamkan mata. Ibu tertawa melihatku. Rian bertepuk tangan memujiku.

Ternyata tomat itu enak.

***

IMG_20150612_105540

Iklan

3 tanggapan untuk “SARIAWAN AIRA”

  1. Hihihi… Uniii… Tadinya mau tanya Uni mau posting di blog ga cerpen yg dimuat di Bobo. Ynt gatal jg tangan pengin posting. Hihihi

      1. Xixixii… Iya, Uni. Lagian kumdong Bobo Pustaka Ola jg udah stop diterbitkan katanya. Entah apa nanti disambung lagi. Sip deh. Mari kita posting. Hihihu

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s