Tulisan ini sharing sesuai dengan janjiku pada beberapa orang teman. Semoga bermanfaat.
Beberapa waktu yang lalu, yayasan Litara dan Lets Read mengadakan seleksi untuk lokakarya di kampus ISI Padang Panjang. Tujuan utamanya membuat cerita anak dengan bahasa Minang. Aku ikut dan Alhamdulillah lolos tahap 1.
Dari 40an peserta, disaring jadi 25. Peserta ini yang mengikuti lokakarya untuk disaring lagi menjadi 10 peserta yang nanti akan membuat buku cerita anak berbahasa Minang. 10 peserta itu belum ketahuan, karena baru Rabu depan kami mengirim tugas untuk diseleksi lagi.
Pematerinya keren-keren. Ada Ibu Riama, dosen DKV ITB. Ada Ibu Sofie dan Ibu Eva Nukman dari Litara. Ada mas Reza dari Lets Read dan mbak Evelyn (illustrator).
Awal Agustus lalu, aku lengket dengan laptop untuk membuat novel anak. Rencananya mau diikutkan dalam lomba Balai Bahasa Sumbar 2018. Karena boleh ikut lebih dari 1 naskah, aku juga bawa naskah Rendang Padang dan Tok! Tok! Dendeng Batokok yang masih belum menemukan jodohnya setelah berputar lebih dari 3 penerbit sejak setahun lalu. Iya sih, tulisanku spesifik Minang banget, jadi menurut redaktur, bagusnya tulisanku itu hanya beredar di Sumbar saja. Okeh, kita coba semoga berjodoh.
Aku kirim 4 naskah (maruk euy!) dan ikut 2 kategori, untuk anak-anak dan remaja. Naskah remaja aku bikin kumcer, sayang sekali enggak lolos hehe. Begitu juga novelku. Yang lolos adalah naskah yang setelah sekian lama tak menemukan jalannya. Yap! Rendang Padang dan Tok! Tok! Dendeng Batokok lolos keduanya.
Para pemenang diundang ke kantor Balai Bahasa di Padang. Tahun lalu ada suami yang mengantarku. Tahun ini, aku lagi kurang enak badan, tapi harus jalan sendiri karena suami lagi di luar kota hiks. No problemo, kan ada travel yang mengantar sampai tujuan. Aku bangun jam 4 karena acaranya jam 8 pagi. Jemputan datang jam 4.30. Di pagi buta, aku udah siap dengan sekantong cemilan dan air minum di tas. Karena lagi nggak enak body, aku mual di travel. Untung nggak sampe mabok. Lanjutkan membaca “Penghargaan Dari Balai Bahasa Sumbar 2018”
Aku dan Wawat membuat sebuah proyek menulis buku anak. Aku menulis cerita, dia ilustratornya. Berawal dari ketidaksengajaan, cuma obrolah bercanda di grup. “Wat, kita bikin proyek, yuk?” kebetulan waktu itu deadline lomba tinggal seminggu lagi. Tak disangka, Wawat mengiyakan. jadilah seminggu kita berdua mata panda begadang menyelesaikan naskah. Waktu itu tak ada harapan sebagai pemenang, minimal bisa menyingkirkan rasa malas nulis yang menghinggapi sejak 2017 ini.
Alhamdulillah, proyek buru-buru itu ternyata menarik hati juri. Kami masuk dalam 15 pemenang penulis cerita anak dari Balai Bahasa Sumatera Barat. Seneng dong, apalagi kisah proyek pertama itu lanjut untuk menulis lomba berikutnya dari Badan Bahasa tingkat Nasional. Sayangnya, naskah kita mentok dan tidak lolos sebagai pemenang. Kecewa pasti, tapi tak ada yang sia-sia. Siapa tahu jodohnya ada di penerbit. (Saat tulisan ini dibuat, naskah itu sedang mempercantik diri sebelum dioper ke penerbit.) Lanjutkan membaca “Latepost : Penghargaan dari Balai Bahasa Sumatera Barat”
Rezeki memang tak terduga. Sudah lama aku ingin jalan-jalan. Walau udah nabung buat tiket dan penginapan, tapi ga nyampe-nyampe karena harus berangkat bertiga. 😦 Akhirnya pasrah aja, walau keinginan keluar pulau Sumatera tetap di dalam hati. Mungkin ini yang dinamakan afirmasi, cukup simpan keinginan, lalu semuanya urusan Tuhan. Lewat seleksi penulis yang diadakan salah satu grup penulis cerita anak, aku lolos bersama dua penulis lain dari Sumatera Barat. Seneng dong, dapat tiket pesawat gratis, penginapan mewah dan niatku sejenak keluar dari rutinitas kesampaian.
Tapi aku malah galau. Bagaimana cara meninggalkan Nurul, sehari-hari dia cuma pernah berpisah selama 3-4 jam? Pasti dia bingung dengan perubahan mendadak ditinggal 3 hari. Sekejap angan ke pulau jawa terlihat tak menarik lagi. Syukurlah keluargaku terus mendukung, aku harus berangkat. Kalau Nurul ikut, malah bikin masalah karena dia tak akan mau ditinggal olehku.
Aku mulai mempersiapkan segalanya. Membeli madunya yang mulai habis, menyiapkan obat demam sambil terus berdoa semoga tak terpakai, mewanti-wanti seisi rumah tentang kebiasaan Nurul. Apa yang boleh dan tidak boleh. Repot dan capek, tapi aku harus bisa.
Pelan-pelan aku mulai kasih kode kalau dia harus mandiri. Aku bilang mau ke Jakarta, meski dia tak tahu Jakarta itu dimana. Dia cuma tahu jauuuh sekali. Dia nggak mau ikut, maunya di rumah aja nungguin aku sama Qisthi. #jleb. Dia kira aku pergi pagi pulang sore kali ya.
Saat travel mulai menjemput, Nurul malah bangun kepagian dan ingin bermain denganku. Duh, sinar harapan di mata itu bikin aku galau. Tapi aku harus tegas, kugendong dan kucium dia, kusuruh bermain dengan Qisthi. Saat mereka mulai bermain, aku mengendap keluar membawa koper dan tas. Tak mungkin aku kuat harus dadah-dadah naik mobil diiringi tangisannya.
Di travel, baru deh aku berkaca-kaca. Rasanya pengen balik lagi, nggak mau ke Jakarta. Untung saja masih ada pikiran waras, bukankah kepergian ini yang kuinginkan? Ini cuma 3 hari, plis jangan lebay. Dengan separo hati tertinggal di Bukittinggi, aku matapkan harus fokus ke Jakarta dulu.
Sampai di Bandara, Maya dan Eci sudah masuk duluan. Mereka menungguku. Lalu kami berkenalan sambil menunggu keberangkatan. Kebangetan kan ya, sesama penulis Sumbar belum pernah ketemu sama sekali. Yaah… begitulah aku. Jarang banget bisa jalan-jalan. Lanjutkan membaca “Late post : Bimtek Kemendikbud Bekasi”
Aku mendapat info pembukaan kelas inspirasi dari mbak Naqiyyah Syam. Ingin sih ada, tapi terbentur waktu dan kerjasama mengasuh Nurul selama aku tak di rumah. Aku tak mau berpikir panjang, langsung saja mendaftar tanpa bilang-bilang. Setelah dapat email bahwa aku lolos sebagai inspirator, baru aku bingung. Setelah diskusi sama suami, dan koordinasi dengan kakek neneknya Nurul, Alhamdulillah, aku bisa ikut dan mereka akan menjaga si kecil.
Sebenarnya kelas inspirasi tidak terlalu memberatkan, karena hanya sekali pertemuan. Tapi harus meluangkan waktu buat briefing, dan refleksi setelah kelas berlangsung. Mana pernah aku ninggalin Nurul lama-lama. Tapi demi bisa berbagi tentang profesi seorang penulis, aku ikut. Nggak nyangka, aku bertemu orang-orang hebat yang semangat berbagi. Mereka mengorbankan waktu, tiket PP antar pulau, akomodasi dengan modal sendiri. Aku juga harus jadi ibu kuat, bersedia jauh dari anak untuk bisa menginspirasi anak-anak lain.
. Halo semua…! Nama saya Novia Erwida. Saya adalah seorang penulis. Foto : Cindy
Aku dan beberapa teman ditempatkan di SDN 08 Tarok Dipo Bukittinggi. Sekolahnya bagus, muridnya banyak. Dan mereka sangat antusias menyambut kedatangan kami. Oya, yang datang ke sana tak cuma inspirator. Tapi ada fasilitator yang sudah rapat beberapa kali demi acara ini, dan dokumentator yang sibuk mengabadikan kegiatan ini. Kami baru saling mengenal, tapi sudah menjadi tim yang kompak. Semangat berbagi yang menyatukan.
Aku sedang mengenalkan majalah anak pada murid-murid. Foto : Cindy
Masing-masing inspirator mendapat jatah mengajar di tiga kelas. Aku mengajar di kelas 4B, 3B dan 6B. Kelas 4 dan 3 sangat antusias, karena aku menyertakan majalah Bobo yang memuat cerpenku. Sampai di kelas 6, mereka nggak tertarik sama sekali. Rupanya sebelum aku masuk, sudah ada penulis lain yang masuk kelas itu. Yaah… Jualanku nggak laku, dong. -_-
Setelah dijelaskan kalau penulis itu banyak, baru mereka mulai tertarik. Kakak Amin yang masuk sebelumnya adalah penulis buku, sedangkan aku -ngakunya- penulis cerita anak. Bawa Bobo, bawa impian bahwa mereka tetap bisa menjadi apapun yang mereka inginkan, sambil menjadi penulis. Dokter, bidan, pilot, siapapun bisa jadi penulis dan menyampaikan ilmu mereka sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Para inspirator dkk. Foto : Budi Kurniawan
Habis acara, kita foto-foto. Yang lucu, mereka minta tanda tangan pada semua inspirator. “Duh, nak… Kami bukan artis. Tapi demi melihat kalian senang, ayok sini… Mana pulpennya?”
Rame, kan? Foto : Budi Kurniawan
Oya, kelas ini baru pertama kali diadakan di Bukittinggi. Sudah ada beberapa ulasan media online mengenai ini.
Beberapa teman adalah KI (Kelas Inspirasi) hunter. Mereka menyerbu tempat terjauh demi pengalaman yang tak terulang lagi. Tapi bagiku dengan anak balita, rasanya itu sulit. Buktinya, baru berpisah seharian saja, aku sangat kangeeen sama Nurul.
Berawal dari kejenuhanku mengasuh Nurul dan hasil tulisanku yang semakin merosot, akhirnya aku meluangkan diri mengunjungi perpustakaan kota Bukittinggi. Aku butuh referensi baru buat penyegaran. Ya sih, di rumah aku juga bisa baca. Banyak buku-buku keren dari perpustakaan digital yang aku dowload, tapi suasana tenang mana mungkin kudapatkan di rumah? Yang ada suara Nurul dan Qisthi yang tertawa dan menangis selang seling. Bagi emak-emak, tangisan anak pemicu darah naik. -_-
Dari dulu aku ingin ke perpustakaan ini. Di rumah kepala rasanya mau pecah, aku butuh keheningan. Setelah menitipkan Nurul ke kakek neneknya, aku meluncur ke Perpustakaan Proklamator Bung Hatta yang beralamat di Gulai Bancah Bukittinggi. Perpustakaan besar dua lantai dengan tempat yang nyaman.
Yeay… Akhirnya aku bisa menikmati kebebasan. Baru masuk, aku langsung mendaftar sebagai anggota perpustakaan. Ketinggalan banget, ya. Hihi… Soalnya aku jarang main ke sini. Tempatnya lumayan jauh dari rumahku. Sekitar 25 menit pakai motor. Aku sukanya beli buku, bisa baca di rumah walau kadang nggak konsen diselingi ulah anak.
Lantai satu, gambar diambil dari depan toilet (enggak banget yak) 😀
Di sini tempatnya enak. Ada sofa-sofa empuk di ruang baca. Juga karpet tebal dan meja baca. Pokoknya nyaman, deh. Toiletnya juga bersih. Mushalla juga adem. Wuih… bisa betah nih lama-lama di sini. Jadi malas pulang. #eh.
Lantai satu untuk buku baru dan lantai dua untuk novel dan majalah. Aku masuk ke ruang anak, dan cuek aja saat anak-anak SD berseragam pramuka melirikku. Mungkin mereka pikir “Tante itu ngapain ya? Apa nggak salah ruang?” Padahal aku kangeeeen banget sama bacaan anak. Biasanya ibu-ibu yang masuk ruang baca anak bawa anak kecil. Besok-besok bawa Nurul ke sini ah. Biar dia bisa baca, ada mainan juga.
Ruang Baca Anak
Akhirnya, setelah puas baca Donal Bebek (nggak mutu banget yak) aku nyantai sejenak dan pulang. Hari ini ke perpus cuma buat menenangkan diri dari keruwetan ngasuh.
Mulai sekarang, me time di perpustakaan aja. Bisa bikin cerpen juga. Bisa rekreasi juga. Ada taman di depan dengan kolam ikan dan kura-kura. Jadi semakin nggak sabar ngajak Nurul ke sini.
Aku menyusuri jalan panjang yang berliku. Perjalanan 25 Km menuju ketinggian. Mulai terasa udara dingin, pohon berdiri gagah pinggir jalan. Cahaya matahari menerobos celah pepohonan. Aku merapatkan jaket. Udara dingin terasa menusuk ke tulang. Motor terus bergerak. Tak lama, aku sampai di lahan parkir. Setelah memarkir motor, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju puncak. Beberapa menit mendaki, sampailah aku di ketinggian dan mencari tempat beristirahat.
Aku belum pernah ke luar negeri, dan kalau ada kesempatan aku ingin langsung ke tanah suci. Ke kota romantis Paris, Venesia, Roma dsb, aku kurang tertarik. Indah sih, tapi siapa yang mau kehilangan bonus berkunjung ke kota Mekah? Beribadah di Mekah, pahalanya beda dengan beribadah di kota lain. Ini soal kesempatan, kalau disuruh memilih, aku akan pilih Mekah. Tapi kalau ada yang nawarin jalan-jalan ke Mekah plus Paris, Venesia dan Roma, aku akan ambil semuanya *maruk.
Berawal dari keberangkatan ayahku berhaji, aku mulai tertarik dengan Mekah. Terlebih saat mendengar ceritanya soal keindahan Mesjid, ketenangan hati, diijabahnya doa-doa… Waah.. ngiler juga. Tapi duitnya belum ada. *lirik rekening. Beberapa tahun setelah ayahku pergi Haji, ibuku menyusul. Maka ramailah mereka bercerita soal kota Mekah, Madinah dsb. Yang belum pernah ke sana nyimak aja, dan berdoa semoga bisa ke sana. Lanjutkan membaca “Belum Pernah Ke Luar Negeri”
Aku tak pernah punya anggaran khusus untuk jalan-jalan. Setiap liburan seringnya jalan-jalan dadakan, dan hanya ke luar kota tanpa menginap. Dulu aku pernah jalan-jalan gratis, alias dibayarin Yayasan tempat aku mengajar. Judulnya sih studi banding, tapi kebanyakan jalan-jalan daripada mendatangi sekolah perbandingan. 🙂 Lumayanlah, ada waktu lapang, dibayarin, tinggal duduk manis di bus. Perjalananan kita ke Medan dan sekitarnya.
Tadi ada acara karnaval khatam Al-Qur’an MDA Al-Irsyad Parabek. Acara ini dilaksanakan setelah siswa-siswi menamatkan pendidikan Al-Quran di MDA (Madrasah Diniyah Awaliyah) Parabek dan sudah Khatam membaca Al-Qur’an. Karnaval adalah acara nagari. Seluruh peserta berpakaian khusus dan diarak oleh anak-anak dan pemuda pemudi memakai pakaian adat, pakaian haji dan anggota drum band. Rombongan singgah dari satu mesjid ke mesjid yang lain, istirahat sejenak, lalu melanjutkan perjalanan dan kembali ke MDA Parabek. Inilah foto-fotonya.