Curhat Emak, Nurul, Parenting

Minggu Keempat Nurul Sekolah

Hari ini aku seneng banget. Nurul mau salim dan nggak pegang aku lagi menjelang masuk kelas. Tak ada drama, tak ada tangis, dan dia langsung berbaur bersama teman-temannya di kelas. Tinggal satu peer lagi, mengajarinya untuk diantar sampai gerbang sekolah.

Gurunya bilang selama belajar dia terlihat senang, mau mengikuti semua instruksi guru. Karena ada aku di sana makanya dia agak manja, kalau aku nggak ada, dia mandiri seperti anak lain.

Tapi pengakuan Nurul, karena dia harus selalu didampingi orang dewasa, dia sering merasa cemas saat ditinggal sebentar saja. Pernah Bu Guru ke kamar mandi sebentar, Nurul hanya bersama teman-temannya sekitar 20-an anak. Dia langsung menangis ketakutan. Katanya ada Guru lain yang menghapus air matanya, tapi dia maunya hanya wali kelasnya. Duh, nak..

Semua butuh proses kan? Kemajuan sekecil apapun harus disyukuri. Seperti hari ini. Setelah mengantar Nurul, aku sarapan dan mencuci baju. Berselancar di dunia maya sekejap, nanti jam 10.45 ke sekolah lagi menjemput Nurul. Senangnya kalau anak sudah sekolah, kita tidak selalu dibuntuti kemana pergi. Sudah bisa me time (sedikit-sedikit), bisa bikin bros dll untuk dijual, bisa nulis, bisa ini bisa itu.

Oke deh, aku mu siap-siap jemput Nurul dulu.

Iklan
Curhat Emak, Nurul, Parenting

HARI PERTAMA NURUL SEKOLAH

Dulu Nurul sempat belajar di PAUD, tapi setiap hari harus ditemani. Kebayang kan,emak rempong ini terpaksa duduk nongkrongin sampai pelajaran selesai? Aku nggak tega lihat dia nangis-nangis. Daripada jadi masalah, ya sudah, aku tungguin setiap hari. Aku bawa bekal untuk membunuh waktu. Buku bacaan, ebook, atau unduh perpustakaan digital dengan beragam buku. Lain waktu (kalau rajin) aku juga menulis sedikit cerpen. Tapi suasana yang tidak tenang bikin aku nggak konsen.

Tanggal 9 Juli 2018 Nurul mulai masuk TK. Aku nggak mau dong, jadi “ibu penunggu” lagi. Dulu kupikir kalau anak sudah sekolah, aku bisa me time. Ternyata di minggu pertama dia berulah. Takut, malu dsb yang bikin aku harus menahan jengkel menemaninya di kelas. Ada rasa iri melihat orangtua yang sudah bisa melambaikan tangan pada anaknya tanpa diiringi tangisan. Duh,kapan ya aku seperti itu?

Pesan gurunya sih, kita harus tega. Iya awalnya pasti menangis. Tapi nanti dia akan mandiri. Ok, aku kuatkan diri. Aku ikhlaskan Nurul dan yakin kalau dia bisa. Dia mulai melambaikan tangan dan tersenyum memasuki gerbang sekolahnya. Takjub! Aku sama sekali nggak nyangka. Aku tetap tungguin, menunggu kalau-kalau dia nangis.

Dan benar saudara-saudara, saat anak-anak senam, ada lengkingan tangis yang sangat kukenal. Duh nak, rasanya pengen masuk meluk kamu. Tapi temanku bilang, biarkan saja dia belajar menyelesaikan masalah. Dia harus berani melawan takutnya. Akhirnya aku cuma sembunyi di balik pohon sambil dengerin nyanyian Nurul yang lumayan lama. Tapi hari itu dia berhasil.

Ternyata keberhasilan itu berujung trauma. Keesokan harinya, Nurul mogok masuk. Dia takut aku tinggal. Terpaksa mulai dari nol lagi, aku temani dalam kelas. Dan setiap aku lepasin genggaman tangannya, Nurul nangis. Drama semakin berlanjut, Nurul demam dan istirahat 4 hari.Di minggu ke tiga, balik lagi kaya anak baru. Padahal kata gurunya setiap ditinggal dia bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Malah di rumah sering nyanyi sendiri, nyanyian yang diajarkan gurunya.

Baiklah, abaikan soal rasa takutnya. Kalau begini terus, sebentar lagi dia masuk SD. Tak mungkin aku temani lagi. Berbagai sugesti kuucapkan untuk membuatnya berani. Mulai dari membujuk beli mainan, ajak jalan-jalan, dsb. Di rumah dia terlihat yakin, tapi sampai disekolah layu lagi. Belum banyak perubahan, semoga seiring berjalannya waktu, Nurulku bisa jadi anak berani. Amiiin…

Curhat Emak, Nurul

Aku Dan Nurul, Tak Terpisahkan.

Entahlah, mungkin ini yang namanya feeling seorang ibu. Atau aslinya aku yang baperan. Selalu saja aku bisa mengendus hal tak menyenangkan saat aku meninggalkan Nurul dalam kondisi ragu. Iya, saat itu aku bisa tak percaya pada pengasuhan kakek neneknya selama aku keluar rumah. Dan tak lama, aku mendapat kabar buruk.
Dulu aku lagi bete tingkat dewa, ingin menenangkan diri ke perpustakaan. Aku menitipkan Nurul dengan separo hati, seolah ada larangan aku tak boleh meninggalkannya. Nurul menunjukkan tanda-tanda rewel, nggak mau ditinggal. Tapi aku tetap meninggalkannya. Baru beberapa menit aku di perpustakaan, ayahku mengabarkan Nurul jatuh dan keningnya benjol. Kaget, cemas, menyesal campur aduk di kepalaku. Saat itulah aku merasa gagal jadi ibu yang baik.
Tadi aku ada acara di sekolah. Aku ragu lagi meninggalkan Nurul karena semalam tidurnya gelisah. Tapi ibuku menyuruh tetap ke sekolah. Selama di sekolah, pikiranku ke Nurul terus. Dan tak lama ayahku mengabarkn kalau Nurul mengeluh sakit perut. Tak bisa dibujuk.
Buru-buru aku pulang. Ternyata dia panas, perutnya sakit karena belum pup selama beberapa hari. Langsung kubawa ke dokter, urusan sekolah kuwakilkan pada temanku.
Entahlah. Mungkin aku memang ditakdirkan tak boleh jauh dari anak. Walau kadang terselip iri melihat ibu muda yang masih punya waktu untuk “me time”. Biarlah, ini jalanku. Nurul memang harus mendapat perhatian ekstra dariku. Walau aku harus mengorbankan kepentinganku yang lain. Aku memang tak mungkin jadi wanita karir full time. Meninggalkan anak beberapa jam saja aku sudah gelisah.
Besok acara puncak di sekolahku. Lama kunantikan momen ini. Keseruan perayaan khatam Al Quran bersama murid-murid. Berhari-hari aku menyiapkan acara ini. Saat semua beres, aku tak bisa berbaur dengan teman-temanku. Apa daya, Nurul masih demam.
Aku masih berharap ada keajaiban. Semoga besok Nurul sembuh, dan aku bisa mengajaknya ikut acara. Nurul seneng banget melihat pawai khatam Al Quran. Semoga bisa.
Doakan Nurul cepat sembuh yaa….

Nurul, Parenting

Meredakan Demam

Sore itu Nurul bangun dengan badan agak hangat. Kupikir biasa, namanya baru bangun badan anak-anak biasa hangat. Satu jam kemudian badannya panas, dan Nurul lesu. Langsung kupasang termometer di ketiaknya. Nurul sering melepaskan temometer kalau sedang diperiksa, tidak suka dengan benda dingin di ketiaknya, jadi aku mengajaknya bicara sampai terdengar bunyi pengukuran suhu selesai. 38,3 dc. Kaget aku. Padahal tadi baik-baik saja.

Nurul punya obat parasetamol drop di rumah. Tapi kata DSAnya kalau sudah dibuka, obat itu hanya bertahan maksimal 1 bulan. Lewat 1 bulan obatnya sudah kadaluwarsa. Obatnya sudah lama. Jadi beli obat baru ke apotik. Ayah Nurul masih kerja, pulangnya malam. Langsung kakek Nurul ke apotik, beli obat penurun panas.

Merk Parasetamol dari DSA Nurul
Merk Parasetamol dari DSA Nurul

Lanjutkan membaca “Meredakan Demam”

Curhat Emak, Nurul

Selalu Istimewa

Tepat hari ini, berkurang jatah umurku setahun. Bagi yang sudah di atas tiga puluh titik-titik, hal ini seharusnya menjadi bahan renungan. Sudah sejauh mana perjalanan hidupku, sudah berapa orang yang bermanfaat dengan keberadaanku, sudah setinggi apa imanku. Aku ingin ulang tahun sederhana, tanpa kue, lilin dan hadiah.

Aku tidak ingin merayakan, cukup sedikit makan-makan dengan keluarga dan orang tua. Tapi suamiku selalu penuh kejutan. Pagi hari sudah tersedia kue cantik yang langsung dicolek Nurul saking menariknya. Namanya juga anak-anak. 🙂

Belum pakai lilin, takut rahasia terbongkar :)
Belum pakai lilin, takut rahasia terbongkar 🙂

Lanjutkan membaca “Selalu Istimewa”

Give Away, Nurul

Menyemai Cinta, Menuai Berjuta Asa

Ada hal pahit yang akan kuceritakan kepada teman semua. Semoga bisa jadi pembelajaran bagi kita bersama. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang percaya dengan Nya, percaya dengan janji Nya.

Waktu anakku umur 1,5 bulan, dia sempat diopname selama 8 hari. Hari-hari suram yang kulalui di rumah sakit. Berurai air mata, cemas dengan keadaan anakku. Ditambah lagi dengan diagnosa dokter, bahwa pita suara anakku rusak. Memang, beberapa hari sebelum dirawat, suara anakku melemah. Bahkan saking lemahnya, aku tak bisa dengar dia menangis walaupun dia tidur di sampingku. Aku setel alarm setiap 2 jam untuk menyusuinya. Aku hanya mengerti tangisannya dari mimik wajahnya. Tanpa suara. Ibu mana yang tak sedih? Lanjutkan membaca “Menyemai Cinta, Menuai Berjuta Asa”