Dimuat, Dunia Penulis

CERMA : ALERGI DRAKOR

Dimuat di Minggu Pagi, 3 Agustus 2018

Alergi Drakor
Foto Mas Heru Prasetyo

ALERGI DRAKOR

Oleh : Novia Erwida

“Jangan nonton drakor lagi. Kalian tahu berapa waktu yang terbuang sia-sia untuk sesuatu yang tak ada manfaatnya?” Wida menegakkan kacamatanya yang melorot.

“Belum lagi uang yang kalian habiskan untuk memburu pernak-pernik di mall. Nggak sayang menguras tabungan untuk itu?” Wida menaikkan alis, lalu menghela napas berat sambil menggeleng-geleng.

Irra dan Husna hanya saling memandang sambil melirik Wida yang terus berceramah tentang efektifitas waktu. Ruri dan Kalya manggut-manggut. Tak tega membiarkan Wida yang mulai ditinggalkan teman sekelas satu persatu. Banyak yang memandang sinis pada Wida, tapi Wida terus ceramah seperti sedang kampanye. Di matanya drakor itu suatu kesalahan, dan harus ditinggalkan agar semua kembali normal. Tak sekali dua kali Bu Nurul mendapati muridnya yang ketiduran di kelas. Alasan apalagi kalau bukan begadang nonton drakor?

Semua menggilai drakor, Ruri selalu membawa hard disk untuk dibagikan ke teman sekelas. Hanya Wida yang tak tertarik. Hanya Wida yang tidak ngantuk di kelas. Walau nilainya tetap pas-pasan, tapi dia bangga bisa bersikap teguh, tak goyah dengan trend yang sedang berlangsung. Menurutnya, trend akan terus berganti, kita tak perlu harus mengikuti semuanya.

Wida tak pernah heboh dengan model baju ala Korea, atau segala menu Korea, atau kosmetik yang sedang booming di kelasnya. Dia bangga tetap memakai pakaian serba batik, menu tradisional dan kosmetik alami. Segala yang ditawarkan teman-teman selalu dia tolak. Alasan utama, tentu saja mahal. Wida si bendahara kelas, yang kelakuannya persis Paman Gober. Sekeping uang seribuan tak pernah luput dari perhatiannya. Makanya Bu Nurul mempercayakan keuangan kelas padanya.

***

“Aku ngantuk.” Keluh Kalya.

“Habis nonton drakor sih…” sahut Wida tenang.

“Setrikaanku banyak, ibu gosok lagi pulang kampung.” balas Kalya sambil melotot. Wida cengengesan, dia melanjutkan membaca novelnya.

Irra demam, sudah dua hari.

“Pasti karena drakor.” omel Wida.

Ruri, Husna dan Kalya memandang tajam pada Wida. Wida gelagapan, berusaha membuat senyum manis yang terlihat aneh.

“Kenapa sih, kamu nyalahin drakor mulu. Kalau nggak suka, ya diam.” sentak Kalya.

Wida tersenyum kecut.

***

Wida menghapus ingusnya yang menetes sejak pagi tadi dengan tisu. Sudah berulang kali dia bersin. Kalau saja sekarang tak ada ulangan, mungkin Wida lebih memilih meringkuk dalam selimutnya yang hangat.

“Kamu habis nonton drakor?” tanya Ruri heran. Tak biasanya Wida kurang fit seperti ini.

Wida menggeleng sambil terus bersin-bersin.

Irra lewat di meja Wida. “Hai, gimana film yang aku kasih kemarin? Kamu suka?” tanya Irra dengan wajah ceria.

Kening Ruri berkerut. “Drakor?” tanyanya tanpa suara.

“Bukan, India.” jawab Irra kencang.

Kompak Ruri, Husna dan Kalya membelalakkan mata. Wida yang selama ini ceramah soal efektifitas waktu dan uang, ternyata juga melakukan hal yang tak jauh berbeda dengan teman sekelasnya. Hanya beda selera, antara drakor dan film India. Pantas saja kemarin Ruri melihat gelang ala India di tangan Wida. Tak biasanya anak itu punya aksesoris.

“Wow, seleramu sama dengan emakku.” celetuk Husna polos.

Seketika Wida keki mendengar tawa riuh teman-temannya.

***

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s