Aku dan Wawat membuat sebuah proyek menulis buku anak. Aku menulis cerita, dia ilustratornya. Berawal dari ketidaksengajaan, cuma obrolah bercanda di grup. “Wat, kita bikin proyek, yuk?” kebetulan waktu itu deadline lomba tinggal seminggu lagi. Tak disangka, Wawat mengiyakan. jadilah seminggu kita berdua mata panda begadang menyelesaikan naskah. Waktu itu tak ada harapan sebagai pemenang, minimal bisa menyingkirkan rasa malas nulis yang menghinggapi sejak 2017 ini.
Alhamdulillah, proyek buru-buru itu ternyata menarik hati juri. Kami masuk dalam 15 pemenang penulis cerita anak dari Balai Bahasa Sumatera Barat. Seneng dong, apalagi kisah proyek pertama itu lanjut untuk menulis lomba berikutnya dari Badan Bahasa tingkat Nasional. Sayangnya, naskah kita mentok dan tidak lolos sebagai pemenang. Kecewa pasti, tapi tak ada yang sia-sia. Siapa tahu jodohnya ada di penerbit. (Saat tulisan ini dibuat, naskah itu sedang mempercantik diri sebelum dioper ke penerbit.)
Sebulan setelah pengumuman, aku diundang ke Padang untuk menerima penghargaan dari Balai Bahasa Sumbar. Mulai cari travel, karena aku tak kenal kota Padang. Alhamdulillah, suami mau izin dari kantornya buat mengantarku. Jadilah kita berangkat ke Padang membawa mobil antik. Hanya berdua, karena anak-anak tak bisa dibawa. Kalau Nurul ikut, Qisthi juga harus ikut. Dia suka mabuk. Demi kenyamanan, mereka ditinggal aja. Aku dan suami jalan berdua. Kapan lagi bisa duaan. :p
Berbekal google map, aku mulai memberi kode jalan pada suami. Dua-duanya ga tahu jalan hahaha. Akhirnya pilih by pass biar gampang. BErharap perjalanan lancar, ternyata diselingi si antik mogok di Pasar Padang Luar, rasanya mau loncat ke bus saja. Padahal sudah jam 12, acara jam 3 sore. -_-
Tak lama, si Antik baikan. Mulailah perjalanan menuju padang. Eeeh.. di by pass dia berulah lagi. Nggak mogok sih, cuma klaksonnya nyala sendiri kalau nggak dipencet, dan kalau dipencet dia nggak nyala. Duh… Mesti kuat deh dimarahi sopir kiri kanan. Soalnya lagi macet, tu klakson mobil nyala sendiri. -_-
“Belok kanan, bentar lagi nyampe.” kataku sambil melihat google map. Suami menghentikan mobil. Kupikir mogok lagi. Ternyata kita sudah di depan kantor Balai Bahasa. *Berbinar-binar. Walau telat 15 menit, minimal lega sudah nyampe tujuan.
Sampai di sana gradak-gruduk nyari panitia, ternyata masih ada yang lebih telat dari aku. *lega. Sambil menunggu semua lengkap, kita kenalan dulu. Ternyata 15 penulis yang menang adalah mastah sastra asal sumbar. *lalu merasa kerdil banget. Kita shalat Ashar dulu, baru acara dimulai.

Acaranya sebentar banget sih, cuma pengumuman sama penyerahan hadiah. Habis itu aku ingat anak-anak, niatnya mau pulang langsung. Tapi suami malah ngajak ke pantai, karena masih siang banget. Masih ada waktu buat pacaran dulu. Huahaha.. ayolah, melepas lelah dari ketegangan menjelang ke Padang ini. Sekaligus quality time yang jarang-jarang banget.

Menjelang Isya, aku dapat kabar kalau uni Husna Ilyas pulang kampung, lagi di salah satu hotel kota Padang. Karena mau kopdar di Jam Gadang, aku abaikan ajakannya ketemuan. Kasihan anak-anak sudah menunggu. Eh, ternyata pas jalan pulang, lihat google map, jarak hotel dari mobil cuma 7 menit. Paksa suami puter balik hehe. Terus aku dan uni Husna ngobrol dulu setengah jam. Maunya sih lama, tapi masih harus nembus macet karena hari Sabtu dan pas banget sama pembukaan Transmart Padang.

Akhirnya sampai di Bukittinggi jam 12, suami langsung shalat dan tepar. Alhamdulillah, perjalanan melelahkan ini membawa kenangan manis. 😀