Rezeki memang tak terduga. Sudah lama aku ingin jalan-jalan. Walau udah nabung buat tiket dan penginapan, tapi ga nyampe-nyampe karena harus berangkat bertiga. 😦 Akhirnya pasrah aja, walau keinginan keluar pulau Sumatera tetap di dalam hati. Mungkin ini yang dinamakan afirmasi, cukup simpan keinginan, lalu semuanya urusan Tuhan. Lewat seleksi penulis yang diadakan salah satu grup penulis cerita anak, aku lolos bersama dua penulis lain dari Sumatera Barat. Seneng dong, dapat tiket pesawat gratis, penginapan mewah dan niatku sejenak keluar dari rutinitas kesampaian.
Tapi aku malah galau. Bagaimana cara meninggalkan Nurul, sehari-hari dia cuma pernah berpisah selama 3-4 jam? Pasti dia bingung dengan perubahan mendadak ditinggal 3 hari. Sekejap angan ke pulau jawa terlihat tak menarik lagi. Syukurlah keluargaku terus mendukung, aku harus berangkat. Kalau Nurul ikut, malah bikin masalah karena dia tak akan mau ditinggal olehku.
Aku mulai mempersiapkan segalanya. Membeli madunya yang mulai habis, menyiapkan obat demam sambil terus berdoa semoga tak terpakai, mewanti-wanti seisi rumah tentang kebiasaan Nurul. Apa yang boleh dan tidak boleh. Repot dan capek, tapi aku harus bisa.
Pelan-pelan aku mulai kasih kode kalau dia harus mandiri. Aku bilang mau ke Jakarta, meski dia tak tahu Jakarta itu dimana. Dia cuma tahu jauuuh sekali. Dia nggak mau ikut, maunya di rumah aja nungguin aku sama Qisthi. #jleb. Dia kira aku pergi pagi pulang sore kali ya.
Saat travel mulai menjemput, Nurul malah bangun kepagian dan ingin bermain denganku. Duh, sinar harapan di mata itu bikin aku galau. Tapi aku harus tegas, kugendong dan kucium dia, kusuruh bermain dengan Qisthi. Saat mereka mulai bermain, aku mengendap keluar membawa koper dan tas. Tak mungkin aku kuat harus dadah-dadah naik mobil diiringi tangisannya.
Di travel, baru deh aku berkaca-kaca. Rasanya pengen balik lagi, nggak mau ke Jakarta. Untung saja masih ada pikiran waras, bukankah kepergian ini yang kuinginkan? Ini cuma 3 hari, plis jangan lebay. Dengan separo hati tertinggal di Bukittinggi, aku matapkan harus fokus ke Jakarta dulu.
Sampai di Bandara, Maya dan Eci sudah masuk duluan. Mereka menungguku. Lalu kami berkenalan sambil menunggu keberangkatan. Kebangetan kan ya, sesama penulis Sumbar belum pernah ketemu sama sekali. Yaah… begitulah aku. Jarang banget bisa jalan-jalan.
Namanya emak-emak, pasti dong selama perjalanan kepikiran anak. Eh ternyata anaknya lupa sama Emak karena keasyikan main. -_- Ya sudah, berhenti ngecek aktifitas Nurul, aku harus fokus dan mempercayakan Nurul pada semua orang di rumah.
Sampai di Bekasi, kita kelaparan banget. Jatah makan siang sudah tutup. Akhirnya jajan deh di mal samping hotel Amaroossa. Waktu lagi makan, Mbak Nurhayati Pujiastuti nelpon, mengabarkan beliau sudah sampai di hotel.
Dulu Mbak Nur sempat nanya, mau dibawain apa kalau aku lolos seleksi Pembekalan Teknis Seri Pengenalan Budaya Kepercayaan dan Tradisi? Kujawab roti buatan Mbak Nur. Ternyata beneran dibawain. Huaaa… Jadi terharu. Rotinya enak, rasa keju coklat. Kuberitahu sebuah rahasia, ternyata Mbak Nur ramah dan ga galak seperti kalimat-kalimat pendeknya dalam tulisan.
Malam 6 Maret 2017, acara pembukaan dimulai. Semua peserta 18 orang dari Aceh sampai Lampung. Kita kenalan dulu, setelah itu langsung masuk materi dan berakhir jam 11 malam. Tapi peserta seperti nggak ada capeknya. Semua materi menarik karena narasumber juga pintar membawanya. Oya, itu fotoku bersama Ummi Tethy Ezokenzo. Selama ini cuma jadi muridnya di grup Bunda Menulis Untuk Ananda. Alhamdulillah bisa ketemu langsung.
Aku sekamar dengan peserta dari Pekanbaru. Namanya Kak Ipit. Orangnya suka nyanyi-nyanyi sendiri. Nyantai banget ya. Teringat diri ini yang suka banget tegang gampang panikan. Mungkin aku butuh belajar nyanyi juga.


Semua materi dipadatkan Senin-Selasa. Jadi pagi Rabu kita sudah bisa siap-siap balik ke kota masing-masing. Waktu yang sangat mepet membuatku tak bisa bertemu teman-teman menulisku yang selama ini akrab di dunia maya. Apa daya, tiket sudah dibooking PP. Mungkin ada kesempatan lain untuk bertemu mereka.


Selesai materi, semua penulis menandatangani kontrak penulisan buku. Akhirnya kita akan punya buku. Satu lagi impianku yang selama ini tersimpan di hati. Ada saja jalan dari Allah. Cukup niatkan, Insya Allah semua terwujud.

3 hari bersama, sungguh waktu yang pendek untuk mengenal semua peserta. Ternyata Izzah itu penakut. Isengku kumat, aku dan Uni Fitri mengetok pintu kamarnya pukul 11 malam. Eh, ternyata korban sudah lebih dulu menyelamatkan diri ke kamar Maya. Alhasil rencana gagal. Untung saja tak ada sahutan dari kamar Izzah. *Serem ih.


Habis acara penutupan, bela-belain main ke mal. Padahal udah mau tutup. Mau beli apa neng? Nggak dapet apapun. Yang ada malah kehujanan dan basah-basahan kembali ke hotel. Yuk lanjut sesi foto dulu. Kapan lagi kita norak bersama.
Foto ini diambil pagi hari Selasa 7 Maret. Di depan kamar lantai 11. Waktu itu kangeeen banget sama Nurul. Orang rumah bilang semua baik-baik saja. Eh ternyata Nurulnya nangis, akupun tahu setelah sampai di rumah. Pada kompakan bohongin aku biar aku tenang.

Cuma sebentar berpisah dengan anak, rasanya lamaaa banget. Aku sampai nggak bisa tidur dari jam 3 pagi karena nggak sabaran mau pulang. Akhirnya mukaku ada mata panda dan mencuri waktu tidur selama di grab dari Bekasi ke Bandara. Lumayanlah, bisa menghilangkan ngantuk.
Sungguh, ini betul-betul rezeki. Perjalanan singkat yang harus kusyukuri.

Suami sudah menunggu di Bandara Internasional Minangkabau. Aku harus menempuh perjalanan sekitar 2 jam lagi menuju Bukittinggi. Nurul tidak ikut, karena sudah terlalu malam. Kalau Nurul jemput aku, Qisthi juga ikut, artinya mabuk darat hehe. Akhirnya cuma suami dan adikku yang jemput.
Perjalanan sudah berakhir, ada banyak tugas yang harus kuselesaikan untuk membuat buku anak tentang khatam Al-Qur’an. Insyaallah postingan selanjutnya tentang materi selama pembekalan berlangsung.
*Foto Bonus
