Entahlah, mungkin ini yang namanya feeling seorang ibu. Atau aslinya aku yang baperan. Selalu saja aku bisa mengendus hal tak menyenangkan saat aku meninggalkan Nurul dalam kondisi ragu. Iya, saat itu aku bisa tak percaya pada pengasuhan kakek neneknya selama aku keluar rumah. Dan tak lama, aku mendapat kabar buruk.
Dulu aku lagi bete tingkat dewa, ingin menenangkan diri ke perpustakaan. Aku menitipkan Nurul dengan separo hati, seolah ada larangan aku tak boleh meninggalkannya. Nurul menunjukkan tanda-tanda rewel, nggak mau ditinggal. Tapi aku tetap meninggalkannya. Baru beberapa menit aku di perpustakaan, ayahku mengabarkan Nurul jatuh dan keningnya benjol. Kaget, cemas, menyesal campur aduk di kepalaku. Saat itulah aku merasa gagal jadi ibu yang baik.
Tadi aku ada acara di sekolah. Aku ragu lagi meninggalkan Nurul karena semalam tidurnya gelisah. Tapi ibuku menyuruh tetap ke sekolah. Selama di sekolah, pikiranku ke Nurul terus. Dan tak lama ayahku mengabarkn kalau Nurul mengeluh sakit perut. Tak bisa dibujuk.
Buru-buru aku pulang. Ternyata dia panas, perutnya sakit karena belum pup selama beberapa hari. Langsung kubawa ke dokter, urusan sekolah kuwakilkan pada temanku.
Entahlah. Mungkin aku memang ditakdirkan tak boleh jauh dari anak. Walau kadang terselip iri melihat ibu muda yang masih punya waktu untuk “me time”. Biarlah, ini jalanku. Nurul memang harus mendapat perhatian ekstra dariku. Walau aku harus mengorbankan kepentinganku yang lain. Aku memang tak mungkin jadi wanita karir full time. Meninggalkan anak beberapa jam saja aku sudah gelisah.
Besok acara puncak di sekolahku. Lama kunantikan momen ini. Keseruan perayaan khatam Al Quran bersama murid-murid. Berhari-hari aku menyiapkan acara ini. Saat semua beres, aku tak bisa berbaur dengan teman-temanku. Apa daya, Nurul masih demam.
Aku masih berharap ada keajaiban. Semoga besok Nurul sembuh, dan aku bisa mengajaknya ikut acara. Nurul seneng banget melihat pawai khatam Al Quran. Semoga bisa.
Doakan Nurul cepat sembuh yaa….